Kepoin Pelatihan Teknis Ragam Produk Tenun di Pringgesela

Pelatihan Teknis Ragam Produk Tenun yang dilaksanakan selama dua hari sejak 12-13 September 2017 di Desa Pringgasela Selatan, Kabupaten Lombok Timur, berjalan sukses. Peserta pelatihan yang terdiri dari 25 orang tersebut diikuti dengan antusias oleh 20 orang anggota kelompok Nine Penenun Pringgasela Selatan, 3 orang perwakilan dari penenun Sapit, dan 2 orang perwakilan dari Koperasi Hijau.

Baca Informasi Terkait

Terimakasih Kelompok Tenun untuk Konsorsium

Kepoin Pelatihan Ragam Produk Tenun di Pringgesela

Kiprah Tenun Pringgesela Ala Tamu dari Jogja

Pesan Lawe untuk Perempuan Penenun


Fasilitator Pelatihan, Rizalman Zuhdi kepada www.gemaalamntb.org menjeaskan bahwa pelatihan tersebut sangat penting. Dikatakannya tenun merupakan hasil budaya yang bernilai tinggi yang dimiliki masyarakat. Seiring juga dengan potret Suku Sasak yang memiliki tradisi menenun.

“Zaman dulu bahkan sampai sekarang ada dan masih berlaku tradisi bahwa ketika perempuan hendak menikah, harus dapat membuat kain tenun sendiri,” tutur Itek Panggilan Akrab Rizalman Zuhdi. Maka diharapkannya ketrampilan menenun bisa dimiliki perempuan Sasak secara turun-temurun.

Sekilas, Kain tenun dibuat menggunakan alat dari kayu yang disebut gedogan. Kain tenun tersebut digunakan dalam ritual adat dan kehidupan sehari-hari.

Ada tiga daerah di Lombok yang terkenal kain tenunnya yaitu Sukarara di Lombok Barat, Sade di Lombok Tengah, dan Pringgasela Selatan di Lombok Timur. Masing-masing memiliki motif kain tenun yang khas. Motif yang khas Pringgasela Selatan antara lain Sri Menanti dan Pucuk Rebong. Motif tenun ini termasuk sederhana namun nampak elegan sehingga banyak disukai konsumen.

Kain tenun diwarnai dengan pewarna alami maupun kimia. Pewarna alami didapatkan dari batang pohon, akar pohon, ataupun daun-daunan seperti kayu ketapang, kunyit, kayu banten, dan tarum. Hingga kini baik di Desa Pringgasela Selatan maupun Sapit masih ada beberapa penenun yang konsisten menggunakan pewarna alami dan melalui kelompok penenun sedang didorong agar lebih banyak lagi penenun yang menggunakan pewarna alami.

Produk tenun yang dibuat pada umumnya hanya berupa kain panjang, selendang, dan pashmina. Untuk itu dibutuhkan ragam produk tenun yang diminati konsumen dan bernilai jual tinggi misalnya dibuat produk tas, dompet, wadah kosmetik, dll. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjangkau lebih banyak konsumen karena banyak konsumen yang menyukai produk jadi seperti tas maupun dompet dengan motif khas tradisional sebagai oleh-oleh.

Maka dibutuhkan pelatihan teknis untuk dapat membuat ragam produk tenun tersebut. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari program “Penguatan Inisiasi Ekowisata Berbasis Masyarakat yang Adil dan Berkelanjutan sebagai Sumber Penghasilan Alternatif Perempuan Menuju Kemandirian Ekonomi Rendah Karbon dan Perubahan Kualitas Hidup Perempuan di Lombok Timur” yang dilaksanakan oleh konsorsium Rimbawan Muda Indonesia (RMI) dan Gema Alam NTB yang didukung oleh MCA Indonesia.

Pelatihan tersebut bertujuan agar Peserta mampu membuat produk-produk dari kain tenun yang bernilai jual tinggi. Disamping itu sebagai bentuk usaha agar peserta mendapatkan jejaring pemasaran untuk memasarkan produknya.

Fasilitator pada pelatihan ini dari Gema Alam NTB dan narasumbernya adalah Mba Adinindyah dari House of Lawe Yogyakarta yang memiliki usaha produk tenun Indonesia dalam bentuk antara lain sepatu, tas, baju yang telah dipasarkan hingga ke mancanegara (Jepang, Belgia, Australia, dan Amerika Serikat).

Post a Comment

0 Comments